PENDAHULUAN
1. Definisi dan Prevalensi
Peritonitis tuberkulosa adalah suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat sistem gastrointestinal, mesenterium dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi.
Dewasa ini, tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Diperkirakan lebih dari 10 juta kasus baru terjadi setiap tahun dan menyebabkan 6% mortalitas di dunia. Pasien yang terinfeksi tuberkulosis, resiko terjadinya tuberkulosis abdominal meningkat terutama pada pasien dengan status sosial ekonomi yang rendah, imigran, malnutrisi, ketergantungan obat, dan pasien yang terinfeksi HIV. Peritonitis tuberkulosa merupakan salah satu yang terbanyak dari tuberkulosis abdominal setelah tuberkulosis gastrointestinal dengan angka kejadian 0,4-2% dari seluruh kasus tuberkulosis. Penyakit ini merupakan enam terbanyak yang menyebabkan tuberkulosis ekstrapulmonal setelah tuberkulosis limfe, genitourinaria, tulang, milier, dan meningeal.
Secara umum peritonitis tuberkulosa lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering pada dekade ke 3 dan 4. Peritonitis tuberkulosa dijumpai 2 % dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberkulosis Abdominal. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus peritonitis tuberkulosa di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS dan imigran di negara maju. Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita peritonitis tuberkulosa yang mempunyai TB paru yang aktif. Di Kanada dilaporkan 81 kasus tuberkulosis abdominal, 41 kasus diantaranya merupakan peritonitis tuberkulosa.
Di Asia dan Afrika dimana tuberkulosis masih banyak dijumpai, peritonitis tuberkulosa masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward II Durban Afrika selatan ditemukan 145 kasus peritonitis tuberkulosa selama periode 5 tahun (1984-1988) dengan cara peritoneoskopi. Sandicki dkk melaporkan 135 kasus peritonitis tuberkulosa di Turki dengan cara peritoneoskopi. Daldiyono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus peritonitis tuberkulosa. Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus peritonitis tuberkulosa di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977. Di Medan, Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995.
- Faktor Penyebab
Faktor yang mempengaruhi timbulnya peritonitis tuberkulosa adalah adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis dimana mikroba ini dapat menyebar ke traktus gastrointestinal dari mulut ke anus, termasuk peritoneum dan sistem pankreatobiliari. Penyebaran juga dapat terjadi melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe. Pada kebanyakan kasus peritonitis tuberkulosa terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu yang biasanya tuberkulosis paru.
Pasien sering tidak terdiagnosis atau terlambat ditegakkan karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan manifestasi klinisnya tidak khas sehingga meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian. Pasien biasanya mengeluhkan sakit perut, mencret, tidak nafsu makan, batuk, demam, keringat malam, berat badan menurun, dan tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati, atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol. Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ini sering menimbulkan prognosis yang jelek pada pasien.
faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya peritonitis tuberkulosa ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku.
Tabel. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peritonitis tuberkulosa
Faktor biologi | Faktor lingkungan | Faktor perilaku | Faktor pelayanan kesehatan |
- wanita lebih beresiko daripada pria dengan perbandingan 1,5:1 - Usia: pada dekade ke 3 dan 4 - imunitas menurunà pasien terinfeksi HIV - tuberkulosis paru yang diderita sebelumnya
| - pemukiman padat dan kumuh di perkotaan - status sosial ekonomi rendah - imigran - status gizi: malnutrisi à imunitas menurun | - kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyebaran penyakit tuberkulosis paru, seperti, peritonitis tuberkulosa - kurangnya kepatuhan penderita terhadap pengobatan tuberculosis - kebiasaan hidup yang tidak sehat -ketergantungan obat | - keterlambatan diagnosis karena gejala penyakit yang tidak khas - kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat menunjang penegakkan diagnosis - minimnya pengetahuan petugas kesehatan terhadap penyakit ini - kekeliruan dalam diagnosis dan terapi
|
- Faktor yang paling berperan
Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya peritonitis tuberkulosa adalah faktor pelayanan kesehatan.
- Akar-akar permasalahan
Keterlambatan petugas kesehatan dalam penegakkan diagnosis dan pemberian terapi.
- Akar masalah utama
Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus peritonitis tuberkulosa adalah keterlambatan dalam mendiagnosis dan memberikan terapi. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petugas kesehatan terhadap penyakit ini ditambah gejala klinis dari penyakit yang tidak khas dan perjalanan penyakit yang perlahan-lahan sehingga sering menimbulkan prognosis yang jelek pada pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan masyarakat.
- Rencana Program Kegiatan
Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, antara lain:
1. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan peritonitis tuberkulosa.
2. Membuat leaflet-leaflet berisi informasi terbaru dan lengkap tentang peritonitis tuberkulosa untuk dibagikan kepada petugas kesehatan.
3. Memberi saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan seminar, dan pelatihan bagi petugas kesehatan
Dari program kerja diatas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus peritonitis tuberkulosa adalah dengan memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan peritonitis tuberkulosa. Umumnya keterlambatan diagnosis dan terapi terjadi karena minimnya pengetahuan petugas kesehatan tentang peritonitis tuberkulosa dan kurangnya fasilitas pada sarana kesehatan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
- Zain LH. Tuberkulosis Peritoneal. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed., Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 483-85
- Sutadi SM. Tuberkulosis Peritoneal. Digitized by USU digital library., Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Bagian Ilmu Penyakit Dalam Sumatra Utara, 2003.
- Alvarez EF, Tello-Brand SE, Lopez-Lopez F, Barragan VR. Peritoneal Tuberculosis Report of Seven Cases. Cir Ciruj. 2010;78:63-66
- Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed., Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: 988-94