Menyusui merupakan pengalaman paling indah yang dialami oleh ibu dan bayi. Seorang ibu seharusnya menyadari bahwa menyusui bayi adalah langkah awal membentuk kejernihan jasmani dan rohani si bayi. Dengan segala kelebihan dan kekurangan, seorang ibu berusaha untuk teratur menjaga kesehatan diri sebagai tolak ukur awal menjaga kesehatan ASI yang dimilikinya. Ia juga seharusnya mengerti bahwa sejak dini anak harus diberi makanan yang bergizi agar pertumbuhan dan perkembangan otak si bayi dapat berlangsung secara optimal.
Titipan Ilahi yang sangat berharga bagi kedua orang tua terutama bagi seorang ibu yang dengan penderitaan fisik ditutupi kebahagiaan rohani selama mengandung anaknya, haruslah dirawat dengan baik agar kelak ia dapat tumbuh sebagai manusia yang cerdas dan sehat. Orang tua akan merasa bangga apabila memiliki anak yang sehat dan cerdas yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Akumulasi yang sangat mungkin tercapai adalah anak tersebut dapat bersaing di era globalisasi ini.
Ketepatan pertumbuhan dan kecepatan perkembangan pada bayi sungguh tidak lepas dari peranan sang cairan ajaib kepunyaan ibunya. Mengingat berbagai manfaat yang terkandung dalam ASI ini baik yang disadari maupun yang belum disadari, perlu ada suatu sistem yang dapat menghimbau para orang tua terutama para ibu pascahamil untuk segera membiasakan diri memberi ASI kepada bayinya. Namun, manfaat yang akan diterima jika memberikan ASI langsung sangat jauh berbeda dengan manfaat yang akan diterima jika ASI tersebut melalui tahap penyimpanan terlebih dahulu (ASI via botol dot). Perbedaannya, selain pada naluri kasih sayang antara kedua belah pihak yaitu ibu dan bayi, juga berbeda dalam hal mutu ASI itu sendiri. Ini salah satu masalah bagi seorang ibu yang tidak dapat meninggalkan pekerjaannya. Di satu sisi ia ingin mencari masukan finansial, di sisi lain ia harus bertanggung jawab akan kebutuhan nutrisi bayi. Tidak ada cara lain bagi ibu seperti itu selain memerah dan menyimpan ASI-nya, atau bahkan mengganti ASI dengan susu formula.
Hal tersebut merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh negara kita saat ini. Terlalu banyak kaum hawa yang menjadi pekerja, baik dari kalangan yang belum menikah maupun yang sudah. Selanjutnya akan memberi pola bagi ibu yang memiliki bayi untuk memerah dan menyimpan ASI-nya. Padahal keuntungan yang akan didapat oleh bayi bila diberikan ASI secara langsung berbeda dari segi EQ-nya (kemampuan sosialisasi); lebih baik perkembangan emosi anak yang disusui secara langsung daripada perkembangan emosi anak yang disusui melalui via botol dot. Ini memang pekerjaan rumah bagi seluruh kalangan, dari keluarga sehat sampai Indonesia sehat. Namun, masalahnya bagaimana cara membuat sistem berpola agar menggalakkan pemberian ASI secara langsung dari ibu ke bayi ini. Sungguh sangat disayangkan kehilangan satu saja dari manfaat ASI yang multifungsi ini.
ASI mengandung sumber nutrisi ideal bagi bayi. Dengan kata lain ASI juga merupakan sumber gizi utama bayi. Tetapi bila kita lihat problema mengenai gizi di negeri ini, kita akan tahu seberapa besar kepedulian rakyat terhadap gizi balita, meskipun diantara mereka bukan tidak mau melainkan tidak mampu. Serta seberapa besar revitalisasi yang telah dilakukan banyak kalangan terutama pemerintah untuk membenahinya . Dari semua itu dapat diartikan bahwa himpitan ekonomi membuat kesulitan pendayagunaan ASI maksimal tercapai, ditambah lagi ’bantuan’ dari yang berwenang tidak kunjung hadir, meski hadir pun sudah dipoles dengan ketidakjujuran.
Problema gizi yang mempunyai relasi kuat dengan keberadaan pangan merupakan masalah lagi yang dialami bangsa ini. Terlalu banyak kasus, busung lapar, dan kurang gizi yang dialami terutama oleh balita membuat bangsa ini masih terlalu jauh untuk disebut negara maju yang identik dengan kemakmuran. Bagaimana memberikan ASI kepada bayinya jika seorang ibupun kelaparan. Pada masa kehamilan pun asupan nutrisi bagi bayi sulit dipenuhi oleh segelintir ibu yang bernasib memprihatinkan tersebut. Tumpukan pekerjaan rumah lagi harus dipikul pemerintah. Bukan hanya pemenuhan terhadap gizi saja yang kondisinya masih sedemikian memprihatinkan, tetapi juga keadaan pangannya, terbukti dengan adanya kasus-kasus busung lapar yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Kasus busung lapar yang menyerang anak-anak di bawah usia lima tahun di Indonesia mencapai angka delapan persen. Sesuai dengan proyeksi penduduk Indonesia yang disusun Badan Pusat Statistik, tahun 2005 jumlah anak usia 0-4 tahun di Indonesia mencapai 20,87 juta. Itu berarti ada sekitar 1,67 juta anak balita yang menderita busung lapar. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), anak balita yang menderita busung lapar mencapai 10 persen dari total anak balita. Di NTB ada sekitar 498.000 anak balita. Dengan demikian, sekitar 49.000 anak balita di antaranya menderita gizi buruk atau bahkan busung lapar. (Kompas,Sabtu 28 Mei 2005). Bukti tersurat media cetak tersebut sekali lagi membuat kita sebaiknya merenungkan pentingnya nutrisi bayi agar negara kita maju dalam berbagai bidang terutama spiritual, pendidikan, dan tekonologi. Selayaknya kita mengerti makna sehat yang sesungguhnya.
”...Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.(UU No 23 Tahun 1992...)
Title : Menyusui
Description : Menyusui merupakan pengalaman paling indah yang dialami oleh ibu dan bayi. Seorang ibu seharusnya menyadari bahwa menyusui bayi adalah langk...