PENDAHULUAN
1. Pengertian dan Prevalensi
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan yang terjadi di tuba Falopii yang disertai dengan nyeri perut bawah, keluar cairan yang berbau busuk dan berwarna dari vagina dan demam.
Di Amerika, dilaporkan hampir 1 juta kasus salpingitis akut setiap tahunnya tapi jumlah insidens mungkin lebih besar karena metode pelaporan yang masih kurang baik dan banyak kasus yang saat pertama kali dilaporkan penyakitnya telah berlanjut dan telah terjadi komplikasi kronik. Bagi wanita usia 15-24 tahun, salpingitis merupakan infeksi serius yang paling sering terjadi. Salpingitis mengenai kira-kira 11% wanita usia produktif. Sejauh ini belum ada data epidemiologis salpingitis di Indonesia, namun angka insidens salpingitis lebih tinggi pada masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah.
2. Faktor-faktor penyebab
Salpingitis umumya disebabkan karena infeksi yang berasal dari vagina, serviks atau uterus yang menyebar ke atas. Mikroorganisme penyebab yang terbanyak adalah chlamydia dan gonorrhea. Salpingitis juga dapat disebabkan karena infeksi yang didapatkan saat melahirkan, keguguran, atau abortus. Inflamasi pada dinding abdomen (peritonitis) atau penyakit yang dapat menyebar lewat aliran darah seperti tuberkulosis juga dapat menyebabkan salpingitis.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya salpingitis ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor perilaku. Keempat faktor ini saling berhubungan dalam mempengaruhi terjadinya suatu penyakit.
Tabel faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya salpingitis
Faktor biologi | Faktor lingkungan | Faktor perilaku | Faktor pelayanan kesehatan |
-Wanita berusia 15-24 tahun -Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya -Riwayat terinfeksi chlamidia dan gonorrhea sebelumnya
| -Lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik. -Sosial ekonomi rendah | -Bergonta-ganti pasangan -Berhubungan intim dengan pria yang terinfeksi gonorrhea atau chlamidia. -Berhubungan intim pertama kali pada usia yang sangat muda. -Pemakaian IUD -Pemakaian pembersih daerah kewanitaan yang terlalu sering. -Kurangnya kesadaran untuk berobat dini. -Keterlambatan dalam berobat. -Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan. | -Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan. -Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. -Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. -Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi.
|
3. Faktor yang paling berperan
Faktor yang paling berperan dalam mempengaruhi terjadinya salpingitis adalah faktor perilaku.
4. Akar-akar Permasalahan
Perilaku tidak sehat akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai salpingitis, gejala, cara penularan dan upaya pencegahannya.
5. Akar Masalah Utama
Faktor perilaku yang menjadi masalah utama dalam kasus salpingitis adalah perilaku yang tidak sehat akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai salpingitis, gejala, cara penularan dan upaya pencegahannya. Sebagai akibatnya, pada saat pasien datang berobat, penyakitnya telah menjadi lebih buruk atau bahkan telah mengalami komplikasi yang serius. Maka dari itu, perlu diadakan penyuluhan kepada masyarakat khususnya pada wanita usia muda untuk dapat memahami apa itu salpingitis, cara penularannya dan upaya pencegahan sehingga dapat berperan aktif dalam upaya menurunkan angka penderita salpingitis.
6. Rencana Program Kegiatan.
Pilihan program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya wanita usia muda antara lain:
- Memberikan edukasi kepada para wanita usia muda mengenai salpingitis, gejala, cara penularan dan upaya pencegahannya.
- Membuat leaflet-laeflet yang berisi tentang penyakit salpingitis beserta gejala, cara penularan dan upaya pencegahan salpingitis.
- Bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Atas untuk mengadakan suatu materi pembelajaran mengenai pendidikan seks kepada murud-murid Sekolah Menengah Atas.
Dari program di atas, alternatif terbaik untuk mengatasi kasus salpingitis adalah dengan memberikan edukasi kepada para wanita usia muda mengenai salpingitis, gejala, cara penularan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya salpingitis. Dengan adanya pembekalan tersebut diharapkan wanita usia muda tersebut memiliki pengetahuan dan mulai berperilaku hidup sehat sehingga angka kejadian salpingitis dapat ditekan bahkan menurun.