Definisi dan Prevalensi
Kecacingan atau cacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan akibat adanya parasit cacing di dalam tubuh. Kecacingan ini sangat mudah ditularkan, yaitu: melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing (oral fecal route) atau melalui penetrasi larva cacing menembus kulit. Terdapat tiga famili cacing yang dapat menginfeksi manusia, yaitu: nematoda, cestoda, dan trematoda. Infeksi terbanyak disebabkan oleh nematoda usus.
Kecacingan dapat menurunkan keadaan kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Malnutrisi yang diakibatkan infeksi cacing dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan anak. Defisiensi vitamin, stunting, anemia, kurang energi protein mempengaruhi kemampuan kognitif dan keadaan ini biasanya sulit terdeteksi karena gejalanya berjalan secara bertahap dan asimptomatik. Sebagai contoh adalah penelitian yang dilakukan Levinger B (1992) pada anak-anak yang menderita kecacingan. Levinger menemukan bahwa pada anak usia muda yang menderita cacingan terdapat penurunan performa dan pengurangan kemampuan untuk memfokuskan diri pada suatu pekerjaan; dan juga ia menemukan bahwa kekurangan zat besi dapat menimbulkan retardasi mental ringan, penurunan kesulitan dalam berpikir abstrak, pengurangan daya konsentrasi, dan penurunan respon terhadap lingkungan. Ezeamama et. al. (2005) and Sakti et. al. (1999) juga meneliti tentang dampak kecacingan di Filipina dan Indonesia menemukan bahwa kecacingan memberikan dampak negatif terhadap performa intelektual anak.
Kecacingan juga dapat mempengaruhi respon imun tubuh terhadap penyakit, menyebabkan individu yang terinfeksi menjadi lebih suseptibel terhadap koinfeksi. (Borkow G & Bentwich Z,2000) mengemukakan bahwa kecacingan . Penelitian lain menyebutkan bahwa pengoobatan terhadap cacingan dapat mengurangi progresivitas HIV dan viral load, melalui penurunan supresi imun akibat cacing (Walson JL, Herrin BR, John-Stewart G ,2009)
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2002 sebanyak 1.450 juta penduduk dunia terinfeksi Ascaris, 1.300 juta penduduk terinfeksi cacing tambang dan 1.050 juta penduduk terinfeksi Trichiuris. Sedangkan pada data tahun 2006 didapatkan bahwa sekitar 2 milyar penduduk terinfeksi kecacingan, dimana 300 juta diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia pada tahun 2004, prevalensi penyakit kecacingan pada semua umur juga masih cukup tinggi yaitu 58,15% yang tediri dari 30,4% Ascaris lumbricoides, 21,25% Trichuris trichiura serta 6,5% cacing tambang.
Faktor-Faktor Penyebab
Berdasarkan pendekatan Teori Blumn terdapat 4 faktor yang mempengaruhi status kesehatan dalam masyarakat, yaitu: faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor biologi, dan faktor pelayanan kesehatan. Dalam kasus kecacingan ini:
Faktor Perilaku
· Jenis aktivitas atau pekerjaan
Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi.
· Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat akan mempengaruhi pola hidup yang dilakukan masyarakat. Dengan pendidikan yang tinggi masyarakat akan lebih mampu menjalankan pola hidup bersih dan sehat, sehingga secara langsung dapat mengurangi persebaran parasit cacing.
· Personal hygiene
Kebiasaan buruk masyarakat yang menjadi salah satu faktor penyebab perkembangan cacing ,misalnya:
o menyiram jalanan dengan air got
o jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka
o mencuci tangan hanya sesudah makan bukan sebelum makan
o memanjangkan kuku tanpa memperhatikan kebersihannya
o tidak membilas sayur mentah dengan air mengalir atau memasak makanan hingga matang
o tidak memakai alas kaki di luar rumah
Faktor Lingkungan
· Lingkungan Fisik
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim hujan.
· Lingkungan Sosial Ekonomi
Kecacingan lebih banyak terjadi pada masyarakat golongan sosial ekonomi rendah yang memaksa mereka untuk tinggal di daerah yang padat penduduk dengan sanitasi yang buruk, seperti kurangnya ketersediaan air bersih dan pemakaian jamban, sehingga cacing mudah berkembang biak dan penularan berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini telah diteliti oleh Tjitra pada tahun1991 di Cirebon, Jawa Barat dan ditemukan bahwa prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik.
Faktor Biologi
· Umur
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan karena perkembangan fisik dan sitem imunnya belum sempurna. Data departemen kesehatan (1997) menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% (Kompas, 2002). Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
· Jenis Kelamin
Prevalensi menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita. Pada Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 48,8% dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya 36,9% pada umur 4,58 ± 2,62 tahun (Chaisalee et al., 2004). Tetapi Agustaria Ginting yang pada tahun 2008 mengadakan penelitian di Kabupaten Samosir tidak menemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian kecacingan.
Faktor Pelayanan Kesehatan
· Kurangnya sarana dan prasarana untuk mendiagnosis kecacingan
· Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi
· Tidak adanya program yang adekuat untuk deteksi awal penyakit
Tabel Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecacingan
Faktor Perilaku | Faktor Lingkungan | Faktor Biologi | Faktor Pelayanan Kesehatan |
· Aktivitas dan pekerjaan di lingkungan terbuka · Tingkat pendidikan rendah · Personal hygiene buruk | · Iklim tropis dan subtropis, musim hujan · Sanitasi buruk · Padat penduduk · Terdapat sumber penularan | · Anak-anak lebih rentan dari orang dewasa · ♂ > ♀ | · Kurangnya sarana dan prasarana untuk mendiagnosis kecacingan · Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi · Tidak adanya program yang adekuat untuk deteksi awal penyakit
|
Faktor yang Paling Berperan
Faktor yang paling berperan dalam terjadinya kecacingan adalah faktor perilaku.
Akar- Akar Permasalahan
Personal hygiene yang buruk dan rendahnya tingkat pendidikan.
Akar Masalah Utama
Faktor perilaku yang menjadi masalah utama dalam kasus kecacingan adalah kebersihan pribadi yang sangat kurang di masyarakat, yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kecacingan sehingga mereka menganggap bahwa kecacingan merupakan penyakit yang biasa terjadi di masyarakat.
Rencana Program Kesehatan
Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat antara lain:
1. Memberikan penyuluhan tentang kecacingan, meliputi cara penularan, ciri-ciri anak yang menderita kecacingan, bahaya kecacingan, dan pencegahannya.
2. Membuat leaflet-leaflet berisi informasi tentang kecacingan.
3. Mensosialisasikan program pemberantasan kecacingan di pelayanan kesehatan setempat, misalnya dengan pemberian obat cacing gratis.
Dari program kerja di atas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus kecacingan adalah dengan memberikan penyuluhan. Penyuluhan ini merupakan suatu langkah awal promosi kesehatan, diharapkan setelah masyarakat mengetahui tentang kecacingan, mereka dapat mencegah penyakit ini agar tidak terus berkembang. Selanjutnya, untuk melaksanankan perilaku hidup sehat ini, masyarakat juga memerlukan dukungan baik dari pemerintah maupun petugas kesehatan setempat untuk penyediaan sarana dan prasana, seperti air bersih, jamban, dan pemukiman yang layak.