PENDAHULUAN
- Pengertian dan Prevalensi
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.1
Menurut survey rumah tangga dari beberapa negara menunjukkan penyakit alergi adalah satu dari tiga penyebab yang paling sering kenapa pasien berobat ke dokter keluarga. Penyakit pernapasan dijumpai sekitar 25% dari semua kunjungan ke dokter umum dan sekitar 80% diantaranya menunjukkan gangguan berulang yang menjurus pada kelainan alergi.
Angka kejadian alergi di berbagai dunia dilaporkan meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir. BBC tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa ada kecenderungan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir. Setiap saat 30% orang berkembang menjadi alergi.
Beberapa ahli alergi berpendapat bahwa 30%-50% secara genetik manusia mempunyai predisposisi untuk berkembang menjadi alergi. Dengan kata lain mempunyai antibody Imunoglobulin E terhadap lingkungan penyebab alergi. Sejauh ini banyak orang tidak mengetahui bahwa keluhan yang dia alami itu adalah gejala alergi. Resource (Marketing Research) Limited melakukan penelitian di Inggris bagian selatan, tahun 2000 dilaporkan lebih dari 50% orang dewasa menderita alergi makanan. Sekitar 70% penderita alergi baru mengetahui kalau ia mengalami alergi setelah lebih dari 7 tahun. Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi setelah 5 tahun, bahkan terdapat 22% baru mengetahui setelah lebih 15 tahun mengalami gangguan alergi tersebut. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala seumur hidupnya. Di Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 – 2,5% pada dewasa, pada anak sekitar 6 – 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang meninggal karena alergi makanan. Penyebab kematian tersebut biasanya karena syok anafilaksis (reaksi alergi berat), tersering karena kacang tanah. Lebih 160 makanan dikaitkan dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di Negara berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat.2
2. Faktor Risiko
Meskipun alergi makanan hanya dialami oleh individu yang berbakat alergi, terdapat beberapa faktor risiko untuk kejadian tersebut, seperti faktor keturunan, umur, jenis kelamin, pola makan, dan jenis makanan awal yang diberikan pada bayi. Selain itu juga faktor lain dapat berpengaruh seperti permeabilitas sistem gastrointestinal, paparan alergen, dan faktor lingkungan termasuk paparan mikroba dan jumlah antigen. Faktor lingkungan seperti asap rokok, stress, latihan fisik yang berat , dan cuaca juga dapat memperberat gejala alergi yang timbul.
Paparan terhadap antigen merupakan persyaratan awal untuk terjadinya alergi makanan, dan paparan awal ini dapat terjadi baik pada saat prenatal maupun postnatal. Pada individu dengan risiko tinggi atopik, paparan awal alergen akan menyebabkan timbulnya reaksi alergi. Reaksi alergi awal yang dapat timbul berupa bloody stool diarrhea , atau kelainan pada sistem gastrointestinal lain disertai manifestasi dermatologis seperti eksema. Permeabilitas gastrointestinal berpengaruh terhadap penetrasi antigen dan presentasi ke sel limfosit. Kondisi seperti penyakit gastrointestinal, malnutrisi, prematuritas, dan imunodefisiensi, dapat meningkatkan permeabilitas dan risiko kejadian alergi makanan.
Umur berkaitan dengan jenis bahan makanan yang sering menyebabkan alergi. Sebagai contoh susu sapi adalah penyebab alergi makanan utama pada bayi usia 0 – 3 bulan, dan kejadiannya akan makin berkurang seiring dengan peningkatan umur anak, tetapi alergi akibat bahan makanan lain seperti telur, ikan, udang, dan lain-lain akan meningkat. Akan tetapi pada umumnya prevalensi alergi makanan pada anak akan menurun sesuai dengan pertambahan umur.
Pola makanan juga akan berpengaruh terhadap kejadian alergi makanan. Di berbagai negara yang berbeda akan dijumpai alergen makanan yang berbeda pula, seperti misalnya di negara-negara Skandinavia banyak dijumpai alergi terhadap ikan, karena penduduknya banyak yang mengkonsumsi ikan. Sedangkan alergi kacang banyak dijumpai di USA, alergi terhadap kedelai banyak dijumpai di Jepang dan telur di Spanyol.
The Food and Drug Administration (FDA) mengidentifikasi delapan bahan makanan yang sering menimbulkan alergi, yaitu susu, telur, kacang-kacangan, ikan, kerang-kerangan, kedelai, dan gandum. Bahan makanan lain yang juga dapat menimbulkan alergi makanan adalah daging ayam, daging babi, daging sapi, dan kentang. Dua puluh lima persen anak yang alergi terhadap susu sapi juga alergi terhadap kedelai. Alergi terhadap kacang juga semakin meluas, terutama di negara sedang berkembang.3
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya alergi makanan ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu : faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku.
Tabel 1. faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alergi makanan
Faktor Biologi | Faktor Lingkungan | Faktor Perilaku | Faktor Pelayanan Kesehatan |
1. Genetik (Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 – 40%,. Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 - 70%. 2. 2. Imaturitas usus (Pada usus imatur sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. 3. 3.Umur (prevalensi alergi makanan pada anak akan menurun sesuai dengan pertambahan umur) 4. 4. Hormonal (risiko meningkat saat kehamilan dan menstruasi ) | 1.Paparan terhadap alergen dan jumlah antigen 2. Lingkungan dengan asap rokok 3. Faktor cuaca seperti hujan dan dingin atau panas | 1. Pola makan (makan makanan yang sering menimbulkan alergi, yaitu susu, telur, kacang-kacangan, ikan, kerang-kerangan, kedelai, dan gandum) 2. Pemberian PASI yang terlalu awal pada bayi. 3. Faktor fisik seperti kelelahan, aktifitas berlebihan, olahraga dan faktor psikis seperti sedih, kecemasan dan ketakutan dapat meningkatkan risiko 3. Ketidaktahuan tentang penyakit alergi yang diderita 4. Kurang kesadaran untuk berobat dini
| 1. Kurangnya perhatian petugas kesehatan terhadap penyakit alergi dibandingkan dengan penyakit infeksi 2. Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi 3. Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi 4. Kurangnya edukasi petugas kesehatan terhadap penderita tentang penyakitnya 5. kurangnya sarana dan prasarana yang memadai 6. Tidak adanya program yang adekuat dalam proses skrining awal penyakit |
3. Faktor yang paling berperan
Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya alergi makanan adalah faktor pelayanan kesehatan.
4. Akar-akar Permasalahan
Kekeliruan petugas kesehatan dalam penegakan diagnosis dan pemberian terapi.
5. Akar Masalah Utama
Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus alergi makanan adalah kekeliruan dalam mendiagnosis dan memberikan terapi. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan perhatian petugas kesehatan yang sering menganggap alergi makanan sebagai suatu penyakit infeksi baik akut maupun kronik sehingga pasien yang datang tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan datang kembali dalam kondisi yang sama, atau lebih buruk dari sebelumnya dan mengalami komplikasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan dan perhatian petugas kesehatan dan masyarakat mengenai alergi makanan.
6. Rencana Program Kegiatan
Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan antara lain:
- memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan alergi makanan dan membedakannya dari penyakit infeksi.
- membuat leaflet-leaflet berisi informasi terbaru tentang alergi makanan
- memberi saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan materi kuliah atau seminar, dan pelatihan bagi petugas kesehatan sebagai salah satu progam kerja.
Dari program kerja diatas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus alergi makanan adalah dengan memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan alergi makanan dan membedakannya dari penyakit infeksi. Umumnya kekeliruan dalam diagnosis dan penatalaksanaan terjadi karena kurangnya pengetahuan dan perhatian petugas kesehatan tentang alergi makanan dan kurangnya fasilitas pada sarana kesehatan yag memadai.
DAFTAR PUSTAKA
- Judarwanto W. Alergi Makanan, Diet, dan Autisme. Available from: http://perilakuanak.bravehost.com
- Judarwanto W. Angka Kejadian Alergi. Available from: http://childrenclinic.wordpress.com/
- Faizah Z. Alergi Makanan. Available from: http://anak2ku.com/article/27966/alergi-makanan.html