PENDAHULUAN
1. Pengertian dan Prevalensi
Kolitis adalah peradangan (inflamasi) pada kolon yang disertai dengan adanya nyeri, diare, dan darah pada feses.
Kolitis banyak ditemukan di Amerika dan Eropa dengan kondisi penderitaan pasien makin lama makin berat. Insiden kolitis ulseratif di Amerika utara yaitu 10-12 kasus per 100.000 tiap tahun, onset terjadi pada usia 15-25 tahun, dimana insiden pada wanita lebih besar daripada laki-laki. Di Asia termasuk Indonesia prevalensi dan insiden kolitis masih rendah namun cenderung meningkat. Meluasnya penggunaan alat endoskopi membuat pasien kolitis di Indonesia, lebih banyak ditemukan. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di Jakarta mendapatkan hampir 20% kasus kolitis dari 107 pasien datang dengan keluhan diare kronik non infeksi. Insiden kolitis ulseratif 6,8% dan penyakit Cohrn 5,5%.
2. Faktor-faktor Penyebab
Kolitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut atau kronik oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan. Kolitis dapat juga disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang dikenal dengan kolitis iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis ulseratif dan penyakit Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus disebabkan beberapa lapisan dinding kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit dan kolagen. Selain itu, kolitis dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi dengan barium enema yang merusak lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis kemikal.
Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku. Faktor-faktor ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kolitis
Faktor Biologi | Faktor Lingkungan | Faktor Perilaku | Faktor Pelayanan Kesehatan |
· Jenis kelamin: Wanita beresiko lebih besar dibanding laki-laki. · Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50 tahun. · Genetik/ familial: Riwayat keluarga dengan kolitis. | · Lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang kurang baik. · Nutrisi yang buruk. | · Kegemukan (obesitas). · Merokok. · Stress / emosi. · Pemakaian laksatif yang berlebihan. · Kebiasaan makan makanan tinggi serat, tinggi gula, alkohol, kafein, kacang, popcorn, makanan pedas. · Kurang kesadaran untuk berobat dini. · Keterlambatan dalam mencari pengobatan. · Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan. | · Minimnya pengetahuan petugas kesehatan. · Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. · Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. · Kekeliruan dalam diagnosis dan terapi. · Tidak adanya program yang adekuat dalam proses skrining awal penyakit. |
3. Faktor yang Paling Berperan
Faktor yang sangat berperan mempengaruhi terjadinya kolitis adalah faktor pelayanan kesehatan.
4. Akar-akar Permasalahan
Keterlambatan petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis secara tepat dan memberikan terapi yang adekuat.
5. Akar Masalah Utama
Faktor pelayanan kesehatan yang menjadi masalah utama dalam kasus kolitis adalah keterlambatan dalam mendiagnosis dan memberikan terapi. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petugas kesehatan sehingga pasien yang datang mengalami keterlambatan dalam penegakan diagnosis secara tepat maupun pemberian terapi yang adekuat. Bahkan tidak jarang pasien datang kembali dalam kondisi yang lebih buruk dari sebelumnya atau telah mengalami komplikasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menyelesaikan akar masalah tersebut dengan jalan meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan dan juga masyarakat mengenai kolitis.
6. Rencana Program Kegiatan
Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan, antara lain:
1. Memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan kolitis.
2. Membuat leaflet-leaflet menarik yang berisi informasi terbaru mengenai kolitis.
3. Memberi saran kepada dinas kesehatan setempat untuk mengadakan materi kuliah atau seminar, dan pelatihan bagi petugas kesehatan sebagai salah satu program kerja.
Dari program kerja di atas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus kolitis adalah dengan memberikan materi kuliah atau seminar bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan kolitis. Umumnya keterlambatan diagnosis dan terapi terjadi karena minimnya pengetahuan petugas kesehatan tentang kolitis dan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Dengan demikian direncanakan suatu program pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan mengenai kolitis secara langsung dengan memberikan materi kuliah atau seminar.