TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Elia Agus Triantoro
I. PENDAHULUAN
Trauma muskuloskeletal, meliputi à Fraktur dan Dislokasi
Fraktur à putusnya kontinuitas struktur, baik tulang, epifisis plate ataupun permukaan sendi kartilago.
Dislokasi à rusaknya stabilitas struktur sendi
FRAKTUR (#)
A. Faktor fisik yang menyebabkan fraktur:
Tulang kortikal à lebih dapat menahan gaya tekanan (compression) dan pergeseran (shearing) daripada regangan (tension) | Tulang spongious/cancellous à tidak dapat menahan kompresi, sehingga dapat terjadi crush fracture/ compression fracture atau impacted fracture |
B. Deskripsi fraktur
Lokasi fraktur à diafisis, metafisis, epifisis Luas fraktur à komplit dan inkomplit
Konfigurasi fraktur à 1.transversal, 2.oblik, 3.spiral, 4.comminuted
| Hubungan fragmen fraktur satu sama lain Undisplaced Displaced : 1. Overriding 2. Angulated 3. Rotated 4. Distracted 5. Impacted 6. Shifted sideways
Hubungan fraktur dengan lingkungan eksternal Fraktur tertutup Fraktur terbuka à Fragmen fraktur menembus kulit (dari dalam) atau Benda tajam menembus kulit dan “memfrakturkan” tulang (dari luar)
Komplikasi Uncomplicated Complicated: Local : Infection Systemic : Emboli, Sepsis
|
C. Klasifikasi fraktur terbuka
TYPE I l Luka Ø < 1 cm l Luka bersih/clean l Tulang tembus kulit dengan cedera minimal pada otot (biasanya daru dalam) l Fraktur sederhana , transversal, oblik pendek
TYPE II: l Luka Ø > 1 cm l Tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas, skin flaps atau skin avulsion/ robeknya kulit l Fraktur sederhana, transversal, oblik pendek, comminuted ringan
| TYPE III: l Kerusakan jaringan lunak luas; kulit, otot, cedera saraf dan arteri besar l Sering disebabkan oleh kecelakaan kecepatan tinggi/ high speed injury. contoh: ¡ Lakalantas, kecelakaan pertanian ¡ Luka tembak ¡ > 8 jam TYPE III A : l high speed injury, jaringan lunak dapat menutupi luka l faktur segmental atau cominutted parah TYPE III B : l high speed injury l lebih banyak soft tissue loss l Avulsion dari periosteum l Luka bisa terkontaminasi TYPE III C : l Cidera arteri besar major (butuh reparasi)
|
D. Fraktur tipe khusus
Fraktur Stress (fraktur fatigue):
a. Fraktur March (para tentara) à fraktur metatarsal II-III
b. Fraktur tibia proksimal à para jumpers and penari balet
Fraktur Pathological :
a. Terjadi pada tulang yang abnormal
b. Tanpa trauma mayor
DISLOKASI
A. 3 struktur yang mempertahankan normalnya ROM dan juga stabilitas sendi.
¡ 
Bentuk sendi/joint shape ( permukaan sendi ) ¡ Kapsul dan ligamen
¡ Otot yang mempertahankan stabilitas sendi
B. Derajat instabilitas sendi
l 1st Degree : Occult Joint instability (samar) àkelihatan hanya jika ada stressor
l 2nd Degree : Subluxation (dislokasi tidak lengkap, lebih ringan dari luxation)
l 3rd Degree : Dislocation (Luxation) à joint surfaces have completely lost contact
C. Sendi yang paling rentan pada dislokasi traumatik
· Shoulder
· Elbow
· Hip
· Inter phalangeal
· Ankle
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Melihat, Gambaran Umum
Perdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas, kumpulan darah pada lantai atau brankar, balutan yang penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama ditranspor ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit.
1. Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma saraf atau fraktur terbuka.
2. Deformitas pada ekstremitas menunjukkan adanya fraktur atau trauma sendi. Jenis trauma ini harus dibidai sebelum penderita dirujuk atau segera setelah aman.
3. Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya trauma otot atau jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma. Gangguan vaskular mula-mula ditandai dengan pucat pada ekstremitas distal.
4. Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma. Bila ada trauma saraf akan menampilkan posisi ekstremitas yang khas, misalnya trauma saraf radialis menimbulkan wrist drop, dan trauma saraf peroneus menimbulkan drop foot.
5. Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma. Dalam pengawasan, adanya gerakan spontan dapat menunjukkan adanya trauma yang tampak atau terselubung. Misalnya pada trauma kepala penderita tidak mengikuti perintah dan tidak ada gerakan spontan ekstremitas, penderita ini mungkin ada trauma torakal atau lumbal.
6. Jenis kelamin dan usia penting untuk menentukan potensi trauma Anak-anak dapat terjadi trauma lempeng epifisis atau patah tulang tersembunyi (misalnya buckle fraktur). Pada wanita dengan trauma pelvis, lebih besar kemungkinan cedera vagina dibandingkan cedera uretra.
7. Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika pemasangan kateter sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.
B. Raba
Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan terlebih dahulu.
1. Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan, dan jarak yang menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. Tes kompresi-distraksi seperti menarik-mendorong pelvis dikerjakan sekali saja. Tes ini berbahaya karena terlepasnya bekuan darah dapat menimbulkan perdarahan baru.
2. Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat. Adanya perbedaan atau abnormalitas harus dicatat. Pengisian kapiler yang normal (kurang dari 2 detik) di bawah kuku atau telapak tangan menandakan aliran darah di ekstremitas distal baik. Hilangriya pulsasi dengan pengisian kapiler normal menandakan ekstremitas viable, walaupun demikian konsultasi bedah perlu dilakukan. Jika pulsasi dan pengisian kapiler tidak ada diperlukan pembedahan gawat darurat.
3. Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan adanya fraktur atau sindroma kompartemen. Dilakukan dengan palpasi yang lembut. Jika terdapat fraktur, penderita sadar akan mengeluh nyeri. Jika penderita tidak sadar, hanya teraba gerak abnormal. Sindroma kompartemen dicurigai jika teraba keras-tegang dan nyeri. Sindroma kompartemen dapat disertai fraktur.
4. Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi secara aktif. Hal ini tidak perlu dikerjakan jika terdapat fraktur yang nyata atau deformitas, atau penderita tidak kooperatif. Setiap sendi dipalpasi untuk nyeri, bengkak, dan adanya cairan intar-artikular. Stabilitas sendi diperiksa dengan melakukan regangan lateral, medial, dan anterior -posterior. Segala deformitas atau dislokasi sendi harus dibidai dan dilakukan pemeriksaan ronsen sebelum melakukan pemeriksaan akan stabilitas.
5. Pemeriksaan neurolgi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dicatat pada ekstremitas. Pemeriksaan diulang dan dicatat sesuai indikasi dan keadaan klinis penderita. Sensasi diperiksa dengan rabaan/sentuhan dan tusukan pada setiap ekstremitas. Adanya trauma neurologis yang progresif menunjukkan ada masalah besar.
a. C5 - Sisi lateral dari lengan atas (juga N.axilaris)
b. C6 - Sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)
c. C7 - Sisi palmar jari tengah.
d. C8 - Sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris).
e. T1 - Sisi dalam lengan bawah.
f. L3 - Sisi dalam paha.
g. L4 - Sisi dalam tungkai bawah,terutama diatas maleolus medialis.
h. L5 - Dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)
i. Si - Sisi lateral kaki.
6. Pemeriksaan motorik ekstremitas yang harus dikerjakan;
a. Abduksi bahu - N. axilaris, C5.
b. Fleksi siku - N. muskulokutaneus, C5 dan C6
c. Ekstensi siku - N.radialis, C6, C7, dan C8.
d. Tangan dan pergelangan - Kekuatan genggaman dorsofleksi pergelangan (N. radialis, C6) dan fleksi jari jari (N medianus dan ulnaris, C7 dan C8).
e. Aduksi dan abduksi jari - N ulnaris, C 8 dan Ti.
f. Ekstremitas bawah- dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki memeriksa N.peroneus profundus, L5, dan plantar fleksi memeriksa N.tibialis posterior, S1.
g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar. Pemeriksaan ini spesifik sesuai dengan gerakannya. (lihat tabel 9)
7. Pemeriksaan refleks tendo.
8. Jangan lupa memeriksa punggung.
III. PRINSIP IMOBILISASI EKSTREMITAS
A. Periksa ABCDE dan terapi keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu.
B. Buka semua pakaian seluruhnya termasuk ekstremitas. Lepaskan jam, cincin, kalung dan semua yang dapat menjepit. Ingat cegah terjadinya hipotermia.
C. Periksa keadaan neurovaskular sebelum memasang bidai. Periksa pulsasi perdarahan eksternal yang harus dihentikan, dan periksa sensorik dan motorik dari ekstremitas.
D. Tutup luka dengan balutan steril.
E. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan ekstremitas yang trauma. Bidai harus mencakup sendi di atas dan di bawah ekstremitas yang trauma.
F. Pasang bantalan di atas tonjolan tulang.
G. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan jika pulsasi distal ada. Jika pulsasi distal tidak ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara hati-hati dan pertahankan sampai bidai terpasang.
H. Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah lurus, jika belum lurus coba luruskan.
I. Jangan meluruskan secara paksa, jika mengalami kesulitan, pasang bidai pada posisi yang ditemukan.
J. Konsulkan ke ahli Orthopedi.
K. Catat status neurovaskular sebelum dan setelah pemasangan bidai atau manipulasi.
L. Berikan profilaksis Tetanus.
IV. MELURUSKAN DEFORMITAS
Pemeriksaan fisik membedakan deformitas karena dislokasi atau fraktur. Prinsip meluruskan ekstremitas yang patah adalah mengembalikan panjang ekstremitas secara hati-hati dengan tarikan lurus mengoreksi angulasi dan rotasi. Dengan mempertahankan secara manual pasang bidai dengan bantuan asisten.
A. Ekstremitas Atas
1. Humerus
Pegang siku dan tarik ke bawah, setelah lurus bidai dipasang dan lengan dipertahankan dengan sling dan swath ke dinding dada.
2. Lengan bawah
Tarik pergelangan tangan ke bawah dengan siku ditahan sebagai kontraksi. Bidai dipasang di lengan bawah dan dielevasikan.
B. Ekstremitas Bawah
1. Femur
Luruskan femur dengan melakukan traksi di daerah ankle jika tibia dan fibula tidak fraktur. Setelah spasme otot diatasi tungkai diluruskan dan rotasi dikoreksi. Tindakan ini memerlukan waktu beberapa menit tergantung dari besarnya penderita.
2. Tibia
Lakukan traksi di daerah ankle dan kontra-traksi di atas lutut, dikerjakan bila femur utuh.
C. Gangguan Vaskular dan Neurologis
Fraktur disertai trauma neurovaskular perlu diluruskan dengan hati-hati. Konsultasi bedah segera dikerjakan. Jika trauma neurovaskular bertambah setelah diluruskan dan dibidai, bidai dilepas dan tungkai dikembalikan keposisi semula dimana aliran darah dan status neurologi maksimal. Ekstremitas diimobilisasi dalam posisi ini.
V. PEMASANGAN TRACTION SPLINT
A. Pemasangan alat ini perlu dua orang, satu orang mempertahankan posisi tungkai dan seorang lagi memasang splint.
B. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ekstremitas terlihat. Tutup luka dengan balut steril, dan periksa neurovaskular distal.
C. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum memasang traksi. Catat jika ada tulang yang keluar dan masuk ke jaringan lunak setelah ditraksi.
D. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas dari ring diletakkan di bawah bokong dan tuberositas iskhium. Bagian distal splint dibawah ankle sepanjang 15 cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis.
E. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian diangkat dan splint diletakkan di bawahnya. Proximal splint diletakkan pada tuberositas iskhium. Periksa ulang keadaan neurovaskular distal tungkai yang mengalami cedera.
F. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap mempertahankan tarikan tungkai dengan strap terbawah lebih pendek dari atasnya.
G. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap mempertahankan tarikan. Tarik traksi sampai tungkai stabil, atau nyeri dan spasme otot hilang.
H. Periksa status neurovaskular, jika perfusi distal menjadi buruk setelah pemasangan traksi, lepaskan / kurangi tarikan.
I. Pasang strap.
J. Status neurovaskular dievaluasi ulang secara terus menerus, dan dicatat setiap tindakan manipulasi tungkai.
K. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasi.
VI. PEMERIKSAAN DAN PENGELOLAAN SINDROMA KOMPARTEMEN
A. Yang penting diperhatikan
1. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat berat.
2. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas.
3. Reevaluasi yang sering sangat penting.
4. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan resiko terjadinya sindroma kompartemen.
5. Tidak sadar atau dalam intubasi tidak dapat mengkomunikasikan tanda awal dari iskemia ekstremitas.
6. Nyeri merupakan tanda awal mulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri pada tarikan otot secara pasif.
7. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut, setelah kerusakan yang menetap telah terjadi.
B. Palpasi kompartemen otot, dibandingkan ketegangannya tungkai yang cedera dengan yang normal.
1. Asimetri adalah tanda penemuan yang penting
2. Pemeriksaan berulang dari ekstremitas yang cedera adalah hal pokok.
3. Pengukuran tekanan intra kopartemen sangat membantu.
4. Jika curiga sindroma kompartemen segera konsultasi bedah.
C. Dapatkan konsultasi bedah atau ortopedi segera.
VII. IDENTIFIKASI TRAUMA ARTERI
A. Mengetahui bahwa iskemia merupakan ancaman tungkai dan mempunyai potensi ancaman nyawa.
B. Palpasi pulsasi perifer bilateral (dorsalis pedis, tibialis anterior, femoral, radial dan brakialis) akan simetri dan kualitas.
C. Catat dan evaluasi adanya asimetri pulsasi perifer.
D. Reevaluasi pulsasi perifer yang sering, terutama jika terdapat asimetri.
E. Konsultasi bedah segera.